Sumenep, Indonesia, daerah yang kaya akan tradisi. Keberagaman wilayah dan penduduknya telah menimbulkan berbagai bentuk tradisi yang khas. Salah satunya, Nyadar yang dilakoni oleh masyarakat petani desa Pinggir Papas. Upacara adat ini merupakan bentuk penghormatan masyarakat Pinggir Papas terhadap leluhur mereka. Di antara lusinan leluhur, yang paling mereka hormati adalah Pangeran Anggasuto. Konon, Pangeran Anggasuto, selain memberikan pengetahuan tentang tata cara pembuatan garam, ia juga memiliki sifat kepahlawanan. Dalam sejarah Sumenep tercatat bahwa ia menyelamatkan tentara Bali yang terdesak saat berperang melawan pasukan Keraton Sumenep.
Ia kemudian memberi jaminan kepada Raja Sumenep bahwa sisa tentara Bali yang ada di Pinggir Papas menjadi tanggung jawabnya. Jaminan yang diberikan Pangeran Anggosuto dapat diterima oleh Raja Sumenep sehingga kemudian tentara Bali yang kalah perang tersebut menjadi cikal bakal penghuni desa Pinggir Papas.
Ia kemudian memberi jaminan kepada Raja Sumenep bahwa sisa tentara Bali yang ada di Pinggir Papas menjadi tanggung jawabnya. Jaminan yang diberikan Pangeran Anggosuto dapat diterima oleh Raja Sumenep sehingga kemudian tentara Bali yang kalah perang tersebut menjadi cikal bakal penghuni desa Pinggir Papas.
Nah, untuk mengingat jasanya, kompleks pemakaman Pangeran Anggasuto menjadi tempat pelaksanaan upacara adat Nyadar. Selain makam Pangeran Anggasuto, di kompleks pemakaman itu juga terdapat makam Syeh Kuasa (adik Pangeran Anggasuto), Mbah Dukun (pembantu Pangeran Anggasuto yang berasal dari daerah Banten) dan Mbah Bangsa yang berasal dari Sulawesi.
Pelaksanaan Nyadar didasarkan pada perhitungan pergeseran bintang antara tanggal 21 Maret dan 21 Juni setiap matahari bergeser pada equator menuju garis balik utara (23,5 LU). Pada posisi itu, Bintang Karteka (Kartika) dan Bintang Nanggele (Bintang Bajak) diyakini muncul dari arah timur dan menjadi suatu pertanda datangnya musim kemarau.
Upacara adat Nyadar dilaksanakan setahun dua kali. Yang pertama pada bulan Juli dan yang kedua pada bulan Agustus. Sedangkan Jum’at dan Sabtu dipilih untuk melaksanakan upacara itu. Penentuan tanggal pelaksanaan merupakan tanggung jawab penghulu, lalu ia melapor pada ketua adat dan keputusan diambil melalui rerembagan (musyawarah). Pengumuman hasil keputusan penetapan tanggal pelaksanaan upacara diumumkan dari mulut ke mulut.
Pada tahap persiapan dilakukan korabhan, pengecatan terhadap kompleks pemakaman yang akan dijadikan tempat upacara. Kegiatan pengecatan ini dilakukan oleh empat kelompok yang terdiri dari keturunan Anggosuto, Syeh Kuasa, Embah Dukun, dan Embah Bangsa. Mereka mengecat kuburan leluhurnya masing-masing.
Upacara adat Nyadar dipimpin oleh empat orang berdasarkan asal muasal leluhurnya. Mereka memimpin bersama. Keempatnya dibantu oleh seorang penghulu yang dilantik pada saat dilaksanakan upacara Nyadar. Mereka juga dibantu oleh juru do’a yang dipilih dari keturunan Mbah Bangsa.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan Nyadar. Persyaratan tersebut ada hubungannya dengan peringatan Maulid Nabi , diantaranya :
a. Pelaksanaan upacara tidak diperkenankan diadakan sebelum tanggal 12 maulid
b. Selamatan yang diadakan tidak boleh melebihi besarnya selamatan yang diadakan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW
c. Peserta upacara terlebih dahulu diwajibkan untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Selain persyaratan yang berhubungan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Upacara Nyadar juga mempersyaratkan keberhasilan ( kesucian ) bagi para peserta upacra, antara lain :
a. Hubungan antara suami isteri dalam rumah tangga mereka harus harmonis, rukun lahir batin;
b. Wanita yang tengah mengalami haid atau nifas tidak diperkenankan untuk mengikuti upacara;
c. Biaya untuk pelaksanaan upacara harus berasal dari hasil usaha yang halal dan diridhai Allah, bukan diperoleh dari hasil pinjaman (hutang).
Dalam upacara adat Nyadar ada istilah panjeng, yaitu sebuah piring besar yang terbuat dari batu alam untuk meletakkan nasi tumpeng yang dihiasi dengan irisan telur dadar. Sajian tersebut ditutup dengan tanggik (anyaman yang terbuat dari daun lontar). Lalu, tumpeng di atas panjeng itu ditaruh di komplek pemakaman. Selain tumpeng di atas panjeng itu, juga disajikan lima tumpeng lain yang ditaruh diatas piring. Salah satu diantaranya diberi telur dadar yang utuh dan sebutir telur rebus. Sedangkan empat tumpeng di piring yang lain, diberi irisan telur dadar. Irisan telur dadar itu melambangkan dunia bawah dan dunia atas.
Selain tumpeng, disajikan pula tajin (bubur) lima warna, antara lain:
1. Putih, diletakkan ditengah sebagai perlambang kesucian manusia tatkala di lahirkan kedunia
2. Merah, sebagai perlambang nafsu yang mengitari kehidupan manusia di dunia
3. Hijau, lambang kesabaran dan kebenaran yang akan mengendalikan nafsu dalam kehidupan manusia
4. Hitam, melambangkan hidup manusia penuh dengan ujian atau cobaan yang jika gagal melaluinya manusia bisa terjerumus dalam kehidupan yang tidak beremanfaat
5. Kuning, perlambang bahwa manusia memiliki akal untuk berpikir membedakan hal baik dan buruk.
Upacara dilaksanakan pada Jum’at sore. Malamnya diadakan semacam pasar malam. Lalu, Sabtu pagi diadakan kaom (upacara penutupan dan makan bersama)
http://rockenergi.wordpress.com/
http://gombhalmukiyo.blogdetik.com/upacara-adat-nyadar/#_ftn1
http://gombhalmukiyo.blogdetik.com/upacara-adat-nyadar/#_ftn2
0 komentar:
Posting Komentar